pencemaran
1.1
Lokasi penelitian
Lokasi dan
Topografi Lokasi Banjar Ubung Sari berada di Desa/Kelurahan Ubung, Kecamatan
Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali. Luas wilayah Kelurahan Ubung adalah 173
Ha, dimana Banjar Ubung Sari merupakan bagian dari Kelurahan Ubung. Batas-batas
wilayah sebagai berikut: · Di Sebelah Utara:Desa Ubung · Di Sebelah Timur:Tukad
Badung · Di Sebelah Selatan:Desa Pemecutan Kaja · Di Sebelah Barat :Tukad Mati
Kondisi topografi Banjar Ubung Sari, Kelurahan Ubung merupakan daerah dataran
rendah dengan ketinggian 50 – 60 m dari permukaan laut. Banjar Ubung Sari,
Kelurahan Ubung memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata 28°C (Monografi
Kelurahan Ubung, 1997).
1.2
Jumlah penduduk
Jumlah penduduk
Banjar Ubung Sari, Kelurahan Ubung sampai Desember 2004 adalah sebanyak 1.777
jiwa
1.3
Data Utilitas
Sistem jaringan
pembuangan limbah/utilitas di daerah Banjar Ubung Sari, Kelurahan Ubung
terutama selokan yang ada sebagian besar tidak berfungsi dengan baik, hal ini
disebabkan oleh selokan yang tersumbat oleh sampah-sampah dan limbah-limbah
yang dihasilkan dari rumah tangga dan kegiatankegiatan lainnya. Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya pencemaran dan penyebaran penyakit baik itu penyakit
yang menular maupun yang tidak. Sistem jaringan pembuangan limbah/ utilitas
yang sebagian besar tidak berfungsi dengan baik, disebabkan oleh konstruksi
dari sistem jaringan pembuangan limbah yang hanya terbuat dari tanah saja.
Untuk sistem pembuangan limbah kamar mandi penduduk setempat sudah banyak yang
menggunakan tangki septik sebagai tempat pembuangan limbah kamar mandi.
1.4
Hasil Kuisioner
Data kuisioner
diambil sebesar 10 % dari 468 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk
sebanyak 1.777 jiwa, sehingga jumlah responden yaitu sebanyak 47 KK, seperti
termuat dalam tabel berikut.
Setelah
menentukan jumlah responden, maka dapat melakukan penyebaran kuisioner kepada
penduduk daerah Banjar Ubung Sari. Dari hasil penyebaran kuisioner tersebut,
maka dapat dilaksanakan tabulasi data primer sebagai berikut: 1. Kepadatan
rumah/bangunan Kepadatan rumah/bangunan di daerah Banjar Ubung Sari sangat
padat, hal ini dapat di lihat dari tanggapan penduduk yang sebesar (74,47%)
menganggap bahwa luas lahan yang dikuasai hampir sama dengan luas bangunan yang
ditempati, selain itu sebesar (70,21%). Penduduk menganggap bahwa jarak antar
rumah sebagian
besar hanya
dibatasi oleh dinding dan sisanya ada juga yang dibatasi oleh gang, sehingga
sinar matahari yang masuk ke dalam rumah penduduk hanya sebagian saja. Jalan
disekitar rumah penduduk sebesar (80,85%) hanya dapat dilewati oleh sepeda
motor saja dan sisanya dapat dilalui mobil dan sepeda motor, walaupun begitu
penduduk Banjar Ubung Sari masih menganggap bahwa tempat yang dihuni masih nyaman
untuk ditempati.
2. Kondisi
rumah/bangunan yang tidak layak huni Sebagian penduduk yang tinggal di daerah
Banjar Ubung Sari (63,83%) telah bermukim lebih dari 10 tahun, dan dari segi
ekonomi/pendapatan penduduk sekitar terutama penduduk pendatang pendapatan yang
didapatkan sangat kecil karena sebagian besar dari penduduk pendatang bekerja
sebagai pekerja musiman, sehingga pendapatan yang didapatkan tidak tetap.
Walaupun begitu penduduk sekitar yang tinggal di daerah tersebut masih
menganggap daerah tersebut sangat strategis. Untuk kondisi fisik rumah/bangunan
penduduk (55,32%) adalah bangunan semi permanen dan sisanya adalah bangunan
dengan kondisi bangunan yang permanen, hal ini disebabkan karena sebagian tanah
yang ditempati oleh penduduk pendatang adalah tanah kontrakan dan jumlah
masing-masing penghuni rumah berjumlah kurang dari 5 orang.
3. Kondisi
prasarana dan sarana lingkungan Penduduk Banjar Ubung Sari menganggap bahwa air
bersih merupakan kebutuhan utama/prioritas, untuk itu dalam memenuhi kebutuhan
untuk minum, mandi, dan cuci seharihari penduduk setempat sebagian besar
(82,98%) menggunakan air dari PDAM. Sedangkan untuk pemakaian air sumur hanya
(17,02%) penduduk saja yang memakainya. Kebutuhan air bersih rata-rata per
orang per harinya adalah sebanyak 45 – 60 lt/org/hr. Penduduk Banjar Ubung Sari
menganggap bahwa pembuatan jamban merupakan hal yang sangat penting, sehingga
jamban yang ada di daerah ini (72,34%) masih layak dipakai dan (27,66%)
keadaannya masih sangat baik. Sedangkan untuk pembuangan limbah cair (48,94%)
yang berasal dari dapur dibuang ke selokan dan sisanya ada yang dibuang ke
tanah dan untuk limbah dari kamar mandi dibuang ke tangki septik.
4. Kondisi
saluran air/drainase Kondisi saluran air/drainase di daerah Banjar Ubung Sari
jarang terjadi genangan air, genangan itu pun hanya disebabkan oleh air hujan.
Namun dari pengambilan data kuisioner didapatkan (68,09%) penduduk Banjar Ubung
Sari masih menganggap bahwa kondisi saluran air di daerah ini masih baik dan
(31,91%) penduduk menganggap bahwa kondisi saluran air di daerah ini rusak
berat, tapi dari pengamatan langsung ke lapangan kondisi saluran air yang ada
sebagian besar keadaannya tidak dapat berfungsi dengan baik. Walaupun begitu
(100%) penduduk di daerah tersebut masih menganggap bahwa saluran air/drainase
itu sangat penting, sehingga dalam mengatasi permasalahan saluran air akibat
limbah/buangan domestik penduduk lebih senang menanganinya secara
bergotongroyong.
1.5
Hasil Pengukuran
Sampel Dalam
penelitian ini, sampel yang diambil yaitu sebanyak lima (5) dari lokasi yang
sama dengan jarak 50 – 200 m. Sampel ini diambil pada saat musim kemarau dengan
kedalaman sumur yang berbeda. Setelah diambil sampel tersebut langsung dibawa
ke Laboratorium Analitik Universitas Udayana untuk diteliti apakah air sumur di
daerah Banjar Ubung Sari tersebut mengalami
pencemaran atau tidak
pencemaran atau tidak
a. Tingkat
Pencemaran Air Sumur 1 Hasil dari penelitian air sumur pada sampel 1 diketahui
bahwa air sumur tersebut telah mengandung unsur-unsur yang mengakibatkan
terjadinya pencemaran seperti air sumur pada sampel 1 ini berbau, kekeruhannya
mencapai 112,5 mg SiO2/l, bakteri E.Colinya mencapai 28/100 ml dan bakteri
Coliformsnya mencapai 1100/l00 ml, yang melebihi standar baku mutu kualitas
air, sehingga air sumur pada sampel 1 ini dapat dikatakan tercemar dan tidak
layak untuk dijadikan air minum. Sampel air sumur 1 ini diambil dari rumah
penduduk yang dekat dengan sekolah dan hotel, lokasinya berada di tengah-tengah
permukiman penduduk. Keadaan topografi tempat pengambilan sampel air sumur ini
tidak begitu landai, kedalaman air sumurnya mencapai 6,00 m, dan saluran
air/drainase pada tempat pengambilan sampel ini tidak berfungsi dengan baik.
Saluran air/drainase tersebut tidak terbuat dari kontruksi pasangan batu kali
melainkan hanya terbuat dari tanah saja, sehingga saluran tersebut tidak dapat
mengalirkan air limbah dengan baik/mampet. Selain itu, kamar mandinya tidak
memakai tangki septik sehingga kotoran/limbah yang dihasilkan dibuang begitu
saja ke saluran air/drainase dan letak kamar mandi dengan sumur sangat dekat,
sehingga air sumur tersebut dapat terkontaminasi langsung oleh kotoran manusia
dan air limbah yang dihasilkan.
b. Tingkat
Pencemaran Air Sumur 2 Hasil dari penelitian air sumur 2 menunjukkan bahwa air
sumur tersebut tidak tercemar, hal ini dapat dilihat dari airnya yang tidak
berbau, tidak berasa, kekeruhannya tidak terdeteksi, pHnya 7,43, BOD5-nya hanya
1,80 ppm, CODnya 3,60 ppm, PO4-nya 1,017 ppm, amoniak bebasnya 0,067 ppm,
bakteri E. Coli dan Coliforms nihil, sehingga air sumur ini layak untuk
dijadikan air minum. Sampel air sumur 2 ini diambil dari rumah penduduk yang
memakai sumur bor. Air sumur bor tersebut tidak tercemar, disebabkan karena
sumur bor tidak mengalami kontaminasi/ berhubungan langsung dengan kotoran
manusia dan air limbah yang dihasilkan oleh penduduk di sekitar daerah
tersebut, dan selain itu sumur bor tersebut berada di daerah aquifer terkekang
sehingga air yang berada di atasnya sulit untuk merembes ke bawah. Keadaan topografi
tempat pengambilan sampel ini tidak begitu landai, saluran air/drainasenya tidak
berfungsi dengan baik namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap kualitas
air sumur bor tersebut. Letak sumur bor tersebut dengan kamar mandi cukup jauh
dan sistem pembuangan kamar mandinya sudah memakai tangki septik
c. Tingkat
Pencemaran Air Sumur 3 Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa air sumur sampel
3 ini airnya tidak berbau, tidak berasa, kekeruhannya hanya mencapai 12,5 mg
SiO2/l, pHnya 7,35, BOD5-nya 1,44 ppm, CODnya 2,40 ppm, PO4-nya 0,180 ppm,
amoniak bebasnya hanya 0,056 ppm, bakteri E.Colinya nihil sedangkan bakteri
Coliformsnya mencapai 240/100 ml. Air sumur tersebut tidak tercemar, sehingga
air sumur tersebut layak untuk dijadikan air minum. Sampel air sumur 3 ini
diambil dari sumur gali di yayasan pesantren. Keadaan topografi tempat
pengambilan sampel air sumur ini sangat landai, sistem saluran air/drainasenya
berfungsi dengan baik dan kontruksinya terbuat dari pasangan batu kali, dan
sistem pembuangan kamar mandinya sudah memakai tangki septik dan kedalaman air
sumur ini mencapai 6,50 m
d. Tingkat
Pencemaran Air Sumur 4 Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa air sumur sampel
4 ini mengandung bakteri E. Coli sampai 3/100 ml, bakteri Coliforms sampai
1100/100 ml dan kekeruhannya mencapai 175 mg SiO2/l. Dari hasil di atas
diketahui bahwa air sumur tersebut tercemar dan tidak layak untuk dijadikan air
minum. Sampel air sumur 4 ini diambil dari rumah penduduk yang dekat dengan MCK
umum dan letak sumur berada di tengahtengah permukiman penduduk. Keadaan
topografi tempat pengambilan sampel air sumur ini landai, sistem saluran
air/drainasenya berfungsi baik dan kontruksinya terbuat dari pasangan batu
kali, dan sistem pembuangan pada kamar mandinya sudah memakai tangki septik,
namun kamar mandi dan sumur letaknya sangat dekat. Kedalaman air sumur ini
mencapai 5,00 m
e. Tingkat Pencemaran
Air Sumur 5 Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa air sumur sampel 5 ini
mengandung bakteri E. Coli sampai 3/100 ml, bakteri Coliforms sampai 150/100 ml
dan kekeruhannya mencapai 137,5 mg SiO2/l dari basil di atas diketahui bahwa
air sumur tersebut tercemar dan tidak layak untuk dijadikan air minum. Sampel
air sumur 5 ini diambil dari rumah penduduk yang saluran air/drainasenya tidak
dapat berfungsi dengan baik/mampet, namun saluran air/drainasenya terbuat dari
pasangan batu kali dan memiliki ukuran saluran yang cukup besar, saluran
air/drainase ini mampet karena terlalu banyak sampah/kotoran-kotoran yang
menyumbat saluran tersebut. Keadaan topografi pengambilan sampel air sumur ini
landai, sistem pembuangan pada kamar mandinya sudah memakai tangki septik, dan
kedalaman air sumur ini mencapai 4,00 m.
1.6
Konsep
Pengelolaan Saluran Pembuangan Tinja Dan Limbah Cair
Tinja dan limbah
cair merupakan bahan buangan yang timbul karena adanya kehidupan manusia
sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial. Tinja juga merupakan bahan
buangan yang sangat dihindari oleh manusia karena dapat mengakibatkan bau yang
sangat menyengat dan sangat menarik perhatian serangga, khususnya lalat, dan
berbagai hewan lain seperti anjing, ayam, dan tikus. Apabila pembungan tinja
dan limbah cair tidak ditangani sebagaimana mestinya maka dapat mengakibatkan
terjadinya pencemaran permukaan tanah serta air tanah, yang berpotensi menjadi
penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencemaan. Untuk
menghindari berbagai macam dampak negatif pada kehidupan manusia dan
lingkungan, penanganan tinja dan limbah cair ini dilakukan dengan teknik dan
prosedur yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu sanitasi dan kesehatan
lingkungan. Penanganannya yaitu dengan membuat konsep pengelolaan saluran
pembungan tinja dan limbah cair dengan mendesain tangki septik di gang/jalan di
sekitar daerah tersebut. Perencanaan ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
masalah lingkungan hidup dan masalah kesehatan masyarakat sekitar.
Gambar di atas menunjukkan skema tangki septik dengan filter up flow, dimana tangki septik ini digunakan untuk mengolah limbah cair rumah tangga. Prinsip kerja tangki septik filter up flow ini hampir sama dengan tangki septik biasa, yakni terdiri dari bak pengendap, dan ditambah dengan suatu filter yang berisi dengan kerikil atau pecahan batu. Penguraian zat organik dalam limbah cair atau tinja dilakukan oleh bakteri anaerobik. Bak pengendap terdiri dari dua ruangan, yang pertama berfungsi sebagai bak pengendap pertama, pengurai lumpur (sludge digestion) dan penampung lumpur. Sedangkan bak kedua berfungsi sebagai pengendap dan penampung lumpur yang tidak terendapkan di bak pertama dan luapan air dari bak pengendapan dialirkan ke media filter dengan arah aliran dari bawah ke atas.
1.7
Simpulan
Dari hasil
observasi dan kuisioner didapatkan bahwa keadaan daerah Banjar Ubung Sari
sangat padat, hal ini dapat dilihat dari luas lahan yang dikuasai hampir sama
dengan luas bangunan yang ditempati yaitu 74,47 %. Sedangkan untuk tempat yang
dihuni sebagian besar (55,32 %) adalah bangunan semi permanen, ini disebabkan
tanah yang ditempati merupakan tanah kontrakan dan penduduknya sebagian besar
penduduk pendatang yang bekerja sebagai pekerja musiman dengan penghasilan yang
tidak menentu. Untuk saluran air/ drainasenya tidak berfungsi dengan baik,
karena saluran tersebut tersumbat oleh sampah dan limbah yang dibuang oleh
penduduk di sekitar.
Ada juga penduduk
yang membuang air limbah dapur langsung ke tanah, sehingga hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan. Dan dari hasil
penelitian didapatkan bahwa air sumur yang berasal dari air sumur bor tidak
mengalami pencemaran oleh bakteri, sehingga air sumur bor dapat dikonsumsi
menjadi air minum. Untuk air yang berasal dari sumur gali sebagian besar tercemar
oleh bakteri E.Coli dan bakteri Coliforms, sehingga air sumur yang berasal dari
sumur gali sebagian tidak boleh dikonsumsi menjadi air minum. Tetapi sebagian
besar (82,98 %) penduduk Banjar Ubung Sari memakai air dari PDAM untuk
kebutuhan sehari-harinya.
Karena keadaan
saluran yang tidak berfungsi dengan baik, maka direncanakan saluran yang
berbentuk saluran terbuka dengan bentuk segi empat pada bagian atas dan
setengah lingkaran pada bagian bawahnya, mengingat bentuk ini mampu mengalirkan
debit yang besar maupun kecil dan saluran dengan bentuk kombinasi segi empat
dan setengah lingkaran ini dapat mencegah terjadinya sedimentasi/ pengendapan
pada bagian bawah saluran.
Permasalahan
pembuangan tinja dan air seni di daerah tersebut diatasi dengan direncanakan
sebuah tangki septik yang terletak di gang/jalan, perencanaan ini dilaksanakan
karena lahan yang dikuasai oleh penduduk sekitar tidak cukup untuk merencanakan
tangki septik di halaman rumah. Selain itu, hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya masalah lingkungan hidup, masalah kesehatan penduduk sekitar, dan
untuk meringankan beban/biaya pengurasaan tangki septik bagi penduduk sekitar.
sumber :
JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 5 NO. 2 AGUSTUS 2007 : 62 - 108 PENCEMARAN AIR TANAH AKIBAT PEMBUANGAN
LIMBAH DOMESTIK DI LINGKUNGAN KUMUH
STUDI KASUS BANJAR UBUNG SARI, KELURAHAN UBUNG Oleh:
Kadek Diana Harmayani dan I G. M. Konsukartha
Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana
Komentar
Posting Komentar